Senin, 01 September 2014

Belajar dari kehidupan singa

Belajar dari Singa

Setiap menyalakan televisi, pasti saya mendengar berita tentang kekerasan dalam rumah tangga atau dikenal dengan KDRT, dimana ada seorang suami tega berbuat kekerasan pada sang isteri. Kekerasan ini terjadi tidak hanya pada kalangan rakyat jelata kan tetapi juga terjadi pada para pejabat atupun public figur seperti para artis.
Dilain channel saluran televisi ada juga berita tentang ditemukannya bayi yang masih merah ditempat sampah dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Entah kenapa sang ibu rela membuang begitu saja bayi yang telah dilahirkannya. Terkadang bayi tersebut dalam keadaan mati karena telah dibunuh oleh ibunya. Adapula kasus seorang suami membunuh anak isterinya kemudian dia mencoba bunuh diri dengan harapan mati bersama, dikarenakan pertengkaran suami isteri anak mnejdi korban, itulah kasus-kasus KDRT yang lagi marak sat ini.
Dikalangan para selebriti dikarenkan popularitasnya meredup, demi menaikkan popularitasnya mereka rela mengorbankan rumah tangganya. Bila kita berjalan-jalan dikota metropolis seperti Jakarta, Surabaya, Bandung atau kota-kota yang lain, ditengah padatnya penduduk kota, banyak kita lihat disiang hari anak-anak kecil/anaka jalanan sedang mengamen ataupun mengemis dibawah lampu merah. Pada malam harinya juga sering kita jumpai anak-anak kecil tidur pulas diemperan toko, dikolong jembatan dan lain-lain. Itulah pemandangan yang ada dan tentu saja para anak-anak jalanan itu tidak lahir begitu saja tetapi mereka juga punya bapak dan ibu yang meklahirkan mereka kebumi ini.
Pernah suatu sat saya berkunjug kesebuah lembaga pemasyarakatan atu bui, saya jumpai ada napi seorang wanita muda yang ditahan dikarenakan membuang bayinya hingga mati, saya bertanya kepadanya,kenapa kau lakukan perbuatan dengan membuang bayi yang kau lahirkan ?jawabnya,saya malu karena pacar saya tidak mau bertanggung jawab miris sekali hati ini mendengar jawabannya.
Kejadian-kejadian diatas seperti KDRT, perceraian, aborsi, yang tentunya yang menjadi korban adalah anak-anak mereka. Anak dalam bahasa jawa ada yang memaknai asale enak yang artinya asal muasalnya dari perbuatan enak [ hubungan pria dengan wanita ]. Betapa tidak berwal dari masa perkenalan, lalu berpacaran hingga keperkawinan guna membentuk bahtera rumah tangga tiba-tiba bubar karena ego masing-masing, anak sebagai darah daging mereka menjadi terlupakan, justeru seharusnya karena anaklah bisa diajdikan pengikat hubungan suami isteri.
Dikala Singa membesarkan anaknya :
Singa siraja hutan dikenal karena kebuasannya, kan tetapi dibalik kebuasannya terdapat kelembutan yang luar biasa. Bila seekor singa sudah kawin dan memilki anak-anak, sang induk akan menjaga, merawatnya dengan sepenuh hati hingga dewasa. Dari mulai anak-anaknya masih kecil, dilatihnya berjalan, sementara sang induk jantan kesana kemari berburu mangsa untuk amakn anak-anaknya. Dikala mereka telah mendapat makanan dapat dilihat bagaimana sang induk mebiarkan anak-anaknya makan duluan hingga kenyang sementara dia berjaga-jaga agar makanannya tidak direbut hewan yang lainnya. Kesabaran juga dilihat dari sinduk betina disat dia merawat anak-anaknya yang masih kecil sang jantan memadu kasih dengan singa betina lainnya, induk betina tetap sabar dan tidak meninggalkan anak-anaknya karena perilaku suaminya. Begitu pula sijantan tetap mencarikan makanan bagi anak-anaknya walau dia telah mempunyai pasangan yang lain.
Mereka merawat anaknya bersama-sama hingga anak-anak mereka telah dewasa dan bisa menjaga diri ataupun mencari makan sendiri, belum pernah terdengar seekor singa membuang anaknya, memangsa anaknya.
Andai sat ini kita cenderung mempertahankan ego, dan mengorbankan rumah tangga ayang telah dibina dengan cinta kasih dan dengan tidak sengaja atau sengaja mengorbankan anak buah hati kita ? maka kita perlu bercermin dan mersa malu pada singa yang dikenal buas, tetapi heawn-hewan tersebut mempunyai tanggung jawab dengan kelembutan, kesungguhan,kerja keras merawat dan membesarkan anak-anaknya.
Maka benarlah apa pepatah orang dahulu :
Walupun manusia makhluk paling sempurna dan mempunyai kal fikiran, tetapi suatu sat akan berubah hina/buas dan lebih hina/buas daripada perilaku hewan .

Singa yang terlahir di alam liar, kemampuan mereka dalam berburu tidak diragukan lagi. Kecepatan, kelincahan, dan ketangkasan mereka dalam menangkap mangsanya menjadikan mereka memang pantas dijuluki sebagai ‘raja hutan’. Berbeda dengan singa yang ada di penangkaran, bisa dibilang singa dalam penangkaran ini tergolong singa yang ‘lemot’. Setiap hari selalu dimanjakan dengan daging segar yang disajikan dari pihak penangkaran. Mungkin kalau melihat sapi, kijang, maupun hewan yang seharusnya menjadi mangsa, singa tersebut hanya akan bertegur sapa dengan herbivora tersebut. ' apabila manusia seperti seekor singa yang selalu dimanjakan, apa jadinya kita setelah mengenal dunia luar sebenarnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar